Muhammad
bin Abdul Wahhab, setan berwajah manusia ini konon berasal dari
keluarga yang mulia. Ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab dan saudaranya,
Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, adalah dua orang yang dianggap saleh
oleh pemuka-pemuka agama setempat. Berbeda dengan Muhammad bin Abdul
Wahhab yang diakui sesat dan menyesatkan oleh mayoritas ulama sedunia.
Baca saja kitab “Fitnah al-Wahhabiyah” karya Syeikh Ahmad bin
Dahlan al-Makki al-Syafi’i, sang mufti Makkah yang wafat pada tahun
1304 H. Beliau suka menyebut Muhammad bin Abdul Wahhab dengan sebutan “al-Khabits” yang artinya “Si Busuk”.
Syeikh
Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi’i menceritakan bahwasanya Muhammad
bin Abdul Wahhab sejak dini telah diprediksikan sesat oleh ayah,
saudara dan guru-gurunya. Jauh sebelum Muhammad bin Abdul Wahhab meraih
popularitasnya di Saudi dan dunia, para ulama sekitar telah memberikan
warning kepada umat agar berhati-hati darinya, dan ternyata betul apa
yang mereka prediksikan. Muhammad bin Abdul Wahhab menentang
guru-gurunya, lalu mengkafirkan seluruh ulama yang menghalangi
penyesatannya.
Pada
tahun 1143 H. mulailah Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan pemikiran
barunya, namun ayah dan guru-gurunya segera menghadang dan menegurnya.
Sayangnya, pendirian Muhammab bin Abdul Wahhab terlanjur membatu sampai
ayahnya meninggal dunia pada tahun 1153 H. Selanjutnya Muhammad bin
Abdul Wahhab memperbaharui metode dakwahnya sehingga mulai diikuti
banyak orang awam. Namun mayoritas penduduk kota risih dan hendak
membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri ke kota Uyainah, disana ia
menghadap amir Uyainah lalu menikahi saudara perempuan sang amir dan
kemudian tinggal di Uyainah sambil berdakwah (menyeru) kepada dirinya
dan bid’ah yang dibawanya. Tak lama kemudian, penduduk Uyainah pun muak
dengannya lalu mengusirnya dari perut kota.
Si
Muhammad belum menyerah juga, ia hijrah lagi ke Dir’iyah (sebelah timur
kota Najd) dimana kawasan Dir’iyah dan sekitarnya dulu merupakan pusat
dakwah Musailamah al-Kadzab yang melahirkan golongan-golongan murtad.
Di tengah-tengah kawasan itu jualah Muhammad bin Abdul Wahhab
menyebarkan virus-virusnya dan diikuti pula oleh amir setempat serta
mayoritas rakyatnya. Saat itu Muhammad bin Abdul Wahhab bertindak
seolah ia satu-satunya mujtahid mutlak. Ia tidak bersandar sedikitpun
pada ajaran-ajaran para pendahulu, baik imam-imam mujtahid, ulama-ulama
salaf maupun ilmuan-ilmuan kontemporer. Disamping itu juga ia tidak
memiliki hubungan apapun dengan para mujtahid yang ada.
Demikian
apa yang pernah terungkap oleh saudaranya, Syeikh Sulaiman bin Abdul
Wahhab, seseorang yang paling mengenali identitas Muhammad bin Abdul
Wahhab. Beliau pernah mengungkapkan bahwa “Umat zaman ini sedang diuji
coba dengan seseorang yang mengaku sejalan dengan Qur’an dan Sunnah dan
beristinbath darinya tanpa memperdulikan siapapun yang berbeda
dengannya. Yang tidak sefaham dengannya dianggap kafir, padahal ia
tidak memiliki satupun kriteria mujtahid, demi Allah sepersepuluh
satupun tidak punya. Namun pemikiran sesatnya itu sudah merajalela, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un“.
Muhammad
bin Abdul Wahhab mempunyai ajaran sesat bahwa ziarah maqam dan tawassul
merupakan perbuatan syirik. Begitu juga dengan upacara maulid maupun
dzikir-dzikir ala tarekat sufi. Konsentrasinya adalah hal-hal prinsip
dalam akidah umat Islam. Jeleknya, ia justru mengaku sebagai reformis
yang menegakkan purifasi tauhid sehingga memperoleh jumlah pengikut
yang cukup besar. Salah seorang pendukungnya adalah Muhammad bin Su’ud
yang konon berasal dari kaum Musailamah al-Kadzab. Hal itu membuat para
ulama setempat semakin serius melakukan berbagai penyanggahan, termasuk
saudara kandungnya sendiri, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab melalui
dua karya tulis berjudul “al-Shawa’iq al-Ilahiyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” dan “Fashl al-Khithab fi al-Raddi ala Muhammad bin Abdil Wahhab“.
Tak
terkecuali Syeikh Muhammad al-Kurdi, guru terbesar Muhammad bin Abdul
Wahhab yang secara tegas mengatakan: “Wahai Muhammad bin Abdul Wahhab,
demi Allah aku menasehatimu, hentikanlah ulahmu terhadap umat Islam.
Apabila kau menemukan seseorang meyakini suatu pengaruh dari selain
Allah, maka luruskanlah keyakinannya secara baik-baik dan sebutkan
dalil-dalilnya bahwa Allah lah yang mempengaruhi. Apabila ia masih
dalam kesesatan, maka kekufurannya dari dan untuk dirinya. Janganlah
kamu seenaknya mengkafirkan mayoritas umat yang hidup di dunia, karena
itu akan mengantarmu ke neraka”.
Setelah
merincikan sisi-sisi historis, Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki
selanjutnya menyimpulkan bahwa fitnah golongan wahabi yang digagas
Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan suatu musibah dan malapetaka
terbesar yang pernah menimpa umat Islam sepanjang sejarah. Bagi beliau,
virus-virus wahabi sebetulnya telah diisyaratkan dalam banyak riwayat
hadits sebagai peringatan untuk berhati-hati agar tidak mudah ditipu
dan dipermainkan.
Ironinya,
golongan wahabi belakangan ini sengaja merubah namanya menjadi golongan
salaf atau golongan sunni. Dua nama ini sama sekali tidak pantas bagi
mereka yang sudah jelas-jelas sesat di mata jumhur. Terlebih nama
“salaf shalih” yang berarti “pendahulu yang saleh”. Muhammad bin Abdul
Wahhab bukanlah orang saleh dan bukan pula pengikut para ulama
terdahulu. Syeikh Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi, ulama Syiria,
menegaskan dalam kitabnya “al-Salafiyah” bahwa kata salaf hanya
teruntukkan bagi mereka para pendahulu yang hidup di masa yang
berbarokah, bukan untuk menjadi sebuah nama bagi golongan khawarij
modern yang sesat.
Begitu juga dengan nama “sunni”, penamaan tak senonoh ini mengklaim bahwa mayoritas umat Islam di atas permukaan bumi tidak tergolong Ahlussunnah wal Jamaah, semisal kelompok asy’ari, maturidi maupun sufi, karena tidak sejalan dengan wahabi. Penamaan salafi dan sunni sebetulnya hanyalah upaya menutupi diri untuk memperbanyak massa. Itulah jeleknya wahabi.
Begitu juga dengan nama “sunni”, penamaan tak senonoh ini mengklaim bahwa mayoritas umat Islam di atas permukaan bumi tidak tergolong Ahlussunnah wal Jamaah, semisal kelompok asy’ari, maturidi maupun sufi, karena tidak sejalan dengan wahabi. Penamaan salafi dan sunni sebetulnya hanyalah upaya menutupi diri untuk memperbanyak massa. Itulah jeleknya wahabi.
Mungkin
pembaca keberatan bila sosok populer seperti Muhammad bin Abdul Wahhab
(yang buku-bukunya terjual laris manis di mana-mana) ditentang secara
berlebihan. Rasa keberatan itu merupakan bukti terkuat bahwa pembaca
sama sekali belum mengenal siapa Muhammad bin Abdul Wahhab. Pro-kontra
damai antar ulama merupakan sebuah keniscayaan yang perlu kita hargai,
akan tetapi Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pengecualian terpenting,
karena ia bukan ulama, ia hanyalah manusia goblok yang terlanjur
di-ulama-kan oleh orang-orang goblok. Syeikh Muhammad Mutawali
al-Sya’rowi adalah salah seorang ulama masyhur kontemporer yang secara
tegas menjuluki “goblok” kepada orang-orang wahabi.
Sungguh banyak karya para ulama seputar kesesatan Muhammad bin Abdul Wahhab dan ajaran-ajarannya. Antara lain kitab “al-Wahhabiyyun wal Buyut al-Marfu’ah” karya Syeikh Muhammad Ali al-Kardistani, “al-Wahhabiyah wa al-Tauhid” karya Syeikh Ali al-Kaurani, “al-Wahhabiyah fi Shuratiha al-Haqiqiyah” karya Syeikh Sha’ib Abdul Hamid, “al-Durar al-Saniyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” karya Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan, “Kasyf al-Irtiyab fi Atba’ Muhammad bin Abdil Wahhab” karya Syeikh Muhsin al-Amin, “Hadzihi Hiya al-Wahhabiyah” karya Syeikh Muhammad Jawwad, dan masih banyak lagi kitab-kitab terpercaya lainnya.
Mufti
Mesir, Syeikh Ali Jum’ah al-Syafi’i dalam sebuah fatwanya menegaskan,
kelompok wahabi gemar menipu umat dan menyembunyikan kebenaran demi
kepentingan politik. Kelompok wahabi sangat anti kepada hadits-hadits
dha’if namun di waktu yang sama mereka mendha’ifkan bahkan memaudhu’kan
semua hadits yang tak sehaluan dengan pemikiran-pemikiran mereka.
Syeikh Ali Jum’ah amat menyayangkan kelompok wahabi yang mengharamkan
dzikir berjamaah, dzikir berdiri, dzikir isim mufrad, memuji Rasul,
shalat di masjid yang ada maqamnya, bersumpah demi Rasul, menggunakan
tasbeh, dan masih banyak lagi korban pengharaman orang-orang bodoh
seperti mereka. Mungkin yang halal bagi mereka hanyalah darah
orang-orang yang tak sependapat dengan mereka..!!
Senada
dengan Habib Ali al-Jufri, ulama negeri Yaman yang sangat mengenal
kelompok wahabi. Beliau mengatakan, wahabi jelas-jelas membenci
Rasulullah Saw. dan mengkafirkan kedua orangtua Rasul serta paman
beliau, Saidina Abu Thalib, seolah-olah mereka telah duduk santai di
surga lalu menengok siapa saja penghuni neraka. Menurut Habib Ali
al-Jufri, misi wahabi tiada lain menjauhkan hati umat dari cinta Rasul
Saw. sebab musuh-musuh Islam tak mampu melakukannya secara
terang-terangan. Pembaca dapat membuktikan dengan mudah kebencian
wahabi terhadap Rasulullah Saw. dan agama Islam. Selain mengkafirkan
orangtua Rasul, mereka juga merendahkan martabat Ahlul Bait,
menyalahkan sahabat, mengharamkan tabarruk, maulid, tawassul, pujian
kepada Rasul, lalu memusnahkan jejak-jejak Rasul, membatasi dan
menghalangi ziarah maqam Rasul, mendha’ifkan atau memaudhu’kan banyak
hadits shahih, dan seterusnya.
Penulis
bukan yang pertama kali berbicara tentang kedoknya Muhammad bin Abdul
Wahhab. Jutaan tokoh terpercaya dari seluruh penjuru dunia, baik
terdahulu maupun masa kini, sudah banyak mengupas problema ini sampai
tuntas dan dari segala sisi yang terkait. Kita kemana saja selama ini?!
dan kenapa masih saja buta?! Jangan sok fair deh!. Ribuan ulama
Ahlussunnah wal Jamaah yang jauh lebih pintar dari anda sudah
tegas-tegas melawan dan menentang Muhammad bin Abdul Wahhab. Anda
sendiri siapa?!
Dalam
sebuah diskusi di Paramadina, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebut
kelompok wahabi sebagai kelompok yang memiliki rasa rendah diri yang
sangat tinggi. Kelompok ini kemudian menutupi rasa rendah dirinya dalam
bentuk mental mudah tersinggung, gampang mengkafirkan orang dan
aksi-aksi kekerasan. Mereka menganggap diri dan kelompoknya lah yang
memiliki otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah
kafir, penghuni neraka dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi.
Belakangan,
ciri-ciri rasa rendah diri seperti dikemukakan Gus Dur itu mudah
ditemui dalam praktik fatwa sesat, pengusiran, teror dan pembakaran
rumah-rumah kelompok keagamaan di Indonesia yang mereka anggap sesat.
Tentu saja mereka tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan. Meski
terus sesumbar mewakili aspirasi kelompok mayoritas umat, kenyataannya
mereka segelintir saja.
Ideologi
yang dikembangkan kelompok yang gemar mengkafirkan dan mengeluarkan
fatwa sesat ini sekarang dianut Kerajaan Arab Saudi, bahkan kebanyakan
pengamat mengatakan bahwa hampir semua gerakan Islam garis keras dewasa
ini merupakan bagian dari atau setidaknya dipengaruhi oleh kelompok
Wahabi. Ideologi inilah yang dianut secara resmi oleh Taliban di
Afganistan dan jaringan al-Qaidah yang beberapa tahun ini aktif
melakukan kegiatan teror di pelbagai belahan dunia.
Gus
Dur menyebut kelompok Wahabi memiliki rasa rendah diri yang sangat
besar karena ideologi ini berasal dari satu wilayah pinggiran di
jazirah Arab, yaitu Najd. Kota Najd adalah satu wilayah yang dalam
sejarah Islam tidak pernah memunculkan intelektual atau pemimpin Islam
yang diakui. Wilayah ini malah terkenal sebagai wilayah yang kerap
melahirkan para perampok suku Badui. Nabi sendiri mengakuinya dalam
salah satu hadits. Orang-orang Najd juga adalah kelompok orang yang
paling akhir masuk Islam. Bahkan Najd melahirkan tokoh oposan terhadap
Nabi Muhammad yang amat terkenal: Musailamah al-Kadzab (Musailamah Sang
Pembohong). Musailamah mendeklarasikan diri sebagai nabi pesaing untuk
menandingi popularitas kenabian Saidina Muhammad Saw. saat itu.
Selain
Wahabi, ideologi garis keras pada masa-masa awal Islam, Khawarij, juga
didirikan orang-orang Najd. Banyak pengamat menyimpulkan bahwa
Wahabisme sebenarnya hanyalah bentuk baru dari ideologi Khawarij.
Orang-orang Khawarij lah yang mempopulerkan konsep pengkafiran dan
bahkan pembunuhan terhadap mereka yang tidak setuju dengan pendapatnya.
Kelompok inilah yang kemudian membantai sahabat sekaligus menantu Nabi
Muhammad, Saidina Ali bin Abi Thalib, dan melancarkan aksi yang sama
terhadap Gubernur Damaskus saat itu, Saidina Amr Bin Ash.
Kaum Wahabi menjadi kekuatan yang destruktif ketika mereka melakukan aliansi mengejutkan dengan sekelompok bandit pimpinan Muhammad bin Su’ud dari wilayah Dir’iyah. Sejak saat itulah kaum Wahabi terus melancarkan intimidasi dan teror dalam bentuk pengkafiran dan pembantaian terhadap orang-orang yang mereka anggap kafir. Arab Saudi lalu mereka kontrol sampai saat ini sehingga menjadi negara yang paling tertutup dan paling tidak bebas di seluruh dunia.
Kaum Wahabi menjadi kekuatan yang destruktif ketika mereka melakukan aliansi mengejutkan dengan sekelompok bandit pimpinan Muhammad bin Su’ud dari wilayah Dir’iyah. Sejak saat itulah kaum Wahabi terus melancarkan intimidasi dan teror dalam bentuk pengkafiran dan pembantaian terhadap orang-orang yang mereka anggap kafir. Arab Saudi lalu mereka kontrol sampai saat ini sehingga menjadi negara yang paling tertutup dan paling tidak bebas di seluruh dunia.
Wahabi
kemudian juga dikenal sebagai gerakan anti ilmu pengetahuan dan menjadi
salah satu sumber keterbelakangan umat Islam. Mereka menolak apapun
yang baru, seperti teknologi dan jaringan informasi, karena itu
dianggap bid’ah. Dengan tegas mereka menolak demokrasi. Mereka
mengurung perempuan di dalam rumah. Mereka mengharamkan nyanyian.
Mereka membenci kesenian. Memanjangkan jenggot bagi laki-laki dewasa
adalah kewajiban. Buku-buku tasawuf dan filsafat yang merupakan salah
satu warisan kekayaan intelektual Islam dianggap barang haram. Praktek
kehidupan sosial seperti ini tampak nyata dalam kehidupan masyarakat
Afganistan di bawah kekuasaan Taliban yang berideologi Wahabisme.
Dengan
keuntungan minyak yang masih mengucur sampai hari ini, penguasa Saudi
sukses mengekspor ideologi Wahabi ke seluruh pelosok dunia, tidak hanya
ke negara-negara Islam, melainkan juga ke Eropa dan Amerika. Menurut
Hamid Alghar, kelompok ini berhasil meraih pengikut sekitar 10% dari
keseluruhan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Anak-anak muda yang
menyediakan diri menjadi martir dalam kegiatan bom bunuh diri di Eropa
dan Amerika Serikat dalam beberapa tahun ini, sebetulnya datang dari
generasi yang benar-benar terdidik secara Barat. Tapi, ideologi yang
diekspor penguasa telah menggerakkan mereka untuk melakukan aksi
terorisme.
Keluarga Su’ud yang kini menguasai otoritas politik dan agama di Arab Saudi sesungguhnya bukanlah keluarga yang dikenal saleh, kalau tidak dapat disebut kurang bermoral. Stephen Sulaiman Schwartz menyebut keluarga keluarga Su’ud sangat gemar menghambur-hamburkan kekayaan Saudi untuk keperluan judi dan main perempuan. Dengan kelakuan semacam itu, jumlah pangeran Saudi saat ini ditaksir mencapai 4000 orang. Artinya, seorang raja yang memiliki ratusan isteri dan selir bukanlah dongeng belaka di Arab Saudi.
Keluarga Su’ud yang kini menguasai otoritas politik dan agama di Arab Saudi sesungguhnya bukanlah keluarga yang dikenal saleh, kalau tidak dapat disebut kurang bermoral. Stephen Sulaiman Schwartz menyebut keluarga keluarga Su’ud sangat gemar menghambur-hamburkan kekayaan Saudi untuk keperluan judi dan main perempuan. Dengan kelakuan semacam itu, jumlah pangeran Saudi saat ini ditaksir mencapai 4000 orang. Artinya, seorang raja yang memiliki ratusan isteri dan selir bukanlah dongeng belaka di Arab Saudi.
Schwartz
menyebut dukungan terhadap Wahabisme yang dilakukan penguasa Saudi
adalah bentuk pengelabuan atas praktek tak bermoral yang mereka
lakukan. Ideologi yang disebarkan oleh keluarga mantan bandit inilah
yang kemudian dianut, atau setidaknya mempengaruhi kelompok Islam
Indonesia yang belakangan gemar mengkafirkan dan mengeluarkan fatwa
sesat terhadap mereka yang berbeda pendapat. Pengetahuannya terhadap
Islam dan sejarahnya tidak mendalam, bahkan mereka bukan orang-orang
yang cukup religius. “Saya percaya bahwa kekerasan bukanlah pantulan
dari religiositas seseorang atau sekelompok orang. Mungkin, rasa rendah
diri itulah yang justru mendatangkan brutalisme” ungkap Saidiman dalam
sebuah artikel liberalnya.
Sedangkan Abdul Moqsith Ghazali, ia mengemukakan, gerakan untuk mewahabikan umat Islam Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Para aktifis wahabisme cukup agresif dalam mengkampanyekan pikiran-pikiran dan ideologi para imamnya. Mereka bukan hanya memekikkan khutbah wahabisme dari dalam masjid-masjid mewah di kota-kota besar seperti Jakarta, melainkan juga blusukan ke pedalaman dan dusun-dusun di Indonesia. Ada tengara bahwa orang-orang yang berhimpun dalam ormas keagamaan Islam moderat pelan tapi pasti kini mulai terpengaruh dan terpesona dengan gagasan-gagasan wahabisme yang sebagian besar berjangkar pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.
Sedangkan Abdul Moqsith Ghazali, ia mengemukakan, gerakan untuk mewahabikan umat Islam Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Para aktifis wahabisme cukup agresif dalam mengkampanyekan pikiran-pikiran dan ideologi para imamnya. Mereka bukan hanya memekikkan khutbah wahabisme dari dalam masjid-masjid mewah di kota-kota besar seperti Jakarta, melainkan juga blusukan ke pedalaman dan dusun-dusun di Indonesia. Ada tengara bahwa orang-orang yang berhimpun dalam ormas keagamaan Islam moderat pelan tapi pasti kini mulai terpengaruh dan terpesona dengan gagasan-gagasan wahabisme yang sebagian besar berjangkar pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.
Memang,
pada awalnya wahabisme berdiri untuk merampingkan Islam yang sarat
beban kesejarahan. Ia ingin membersihkan Islam dari beban historisnya
yang kelam, yaitu dengan cara mengembalikan umat Islam kepada induk
ajarannya, al-Qur’an dan al-Sunnah. Seruan ini mestinya sangat positif
bagi kerja perampingan dan purifikasi itu. Tapi, ternyata wahabisme
tidaklah seindah yang dibayangkan. Di tangan para pengikut Muhammad bin
Abdul Wahab yang fanatik dan militan, implementasi ideologi wahabisme
kemudian terjatuh pada tindakan kontra produktif. Di mana-mana mereka
menyebarkan tuduhan bid’ah kepada umat Islam yang tidak seideologi
dengan mereka. Bahkan, tidak jarang mereka mengkafirkan dan
memusyrikkan umat Islam lain.
Kini mereka mulai merambah kawasan Indonesia, melakukan wahabisasi di pelbagai daerah. Mereka mencicil ajaran-ajarannya untuk disampaikan kepada umat Islam Indonesia. Ada beberapa ciri cukup menonjol yang penting diketahui dari gerakan wahabisasi itu. Pertama, mereka mempersoalkan dasar negara Indonesia dan UUD ‘45. Mereka tidak setuju, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini dipandu oleh sebuah pakem sekular, hasil reka cipta manusia yang relatif bernama Pancasila. Menurut mereka, Pancasila adalah ijtihad manusia dan bukan ijtihad Tuhan. Semboyan mereka cukup gamblang bahwa hanya dengan mengubah dasar negara, dari Pancasila ke Islam, Indonesia akan terbebas dari murka Allah. Mereka lupa bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai yang sangat Islami. Tak tampak di dalamnya hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Kini mereka mulai merambah kawasan Indonesia, melakukan wahabisasi di pelbagai daerah. Mereka mencicil ajaran-ajarannya untuk disampaikan kepada umat Islam Indonesia. Ada beberapa ciri cukup menonjol yang penting diketahui dari gerakan wahabisasi itu. Pertama, mereka mempersoalkan dasar negara Indonesia dan UUD ‘45. Mereka tidak setuju, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini dipandu oleh sebuah pakem sekular, hasil reka cipta manusia yang relatif bernama Pancasila. Menurut mereka, Pancasila adalah ijtihad manusia dan bukan ijtihad Tuhan. Semboyan mereka cukup gamblang bahwa hanya dengan mengubah dasar negara, dari Pancasila ke Islam, Indonesia akan terbebas dari murka Allah. Mereka lupa bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai yang sangat Islami. Tak tampak di dalamnya hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Kedua,
mereka menolak demokrasi karena demokrasi dianggap sebagai sistem
kafir. Mereka menolak dasar-dasar HAM yang sesungguhnya berpondasikan
ajaran Islam yang kukuh. Mereka mengajukan keberatan terhadap konsep
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, dan sebagainya. Menurut mereka
tidak ada hak asaski manusia (HAM), yang ada hanyalah hak asasi Allah
(HAA).
Ketiga,
mereka berusaha bagi tegaknnya partikular-partikular syariat dan
biasanya agak abai terhadap syariat universal, seperti pemberantakan
KKN dan sebagainya. Ini misalnya tampak dari sikap tidak kritis
kelompok wahabi terhadap ketidakberesan yang telah lama berlangsung di
lingkungan kerajaan Saudi sendiri, sistem pemerintahan yang disokong
demikian kuat oleh kelompok Wahabi. Kelompok Wahabi cukup puas ketika
shalat berjemaah diformalisasikan. Sementara, bersamaan dengan itu,
kejahatan terhadap kemanusiaan terus berlangsung, tanpa interupsi dari
mereka.
Keempat, mereka juga intensif menggelorakan semangat penyangkalan atas segala sesuatu yang berbau tradisi. Kreasi-kreasi kebudayaan lokal dipandang bid’ah, takhyul dan khurafat yang mesti diberantas. Dahulu dan sampai sekarang, orang-orang NU dan NW mendapat serangan bertubi-tubi dari para pengikut wahabisme itu.
Keempat, mereka juga intensif menggelorakan semangat penyangkalan atas segala sesuatu yang berbau tradisi. Kreasi-kreasi kebudayaan lokal dipandang bid’ah, takhyul dan khurafat yang mesti diberantas. Dahulu dan sampai sekarang, orang-orang NU dan NW mendapat serangan bertubi-tubi dari para pengikut wahabisme itu.
Empat
hal itu adalah refrain yang kini rajin diulang-ulang oleh kelompok
Wahabi Indonesia. Pokok-pokok tersebut adalah sebagian dari juklak
wahabisme yang telah lama disusun di Saudi, dan kemudian dipaketkan
secara berangsur dan satu arah ke Indonesia. Kedepan jika semuanya
sudah berhasil diwahabikan, maka sangat boleh jadi Indonesia akan
menjadi repetisi Arab saudi dimana kreasi-kreasi lokal dibid’ahkan.
Betapa keringnya cara ber-Islam yang demikian itu, ber-Islam tanpa
inovasi dan improvisasi.
Akhirnya,
tiada kata seindah doa. Semoga laknat Tuhan selalu menyertai Muhammad
bin Abdul Wahhab dan para penyembahnya…!! Amien ya Rabbal Alamin.
Sumber : aziznawadi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah ruh dari blog ini, akan sangat kami hargai jika anda berkenan mencantumkan nama dan alamat email Terima kasih