SALAF DAN KESUFIANNYA YANG BERTEBARAN
By. Abdullah Barsyah
Di antara salafush shalih yang terkenal banyak berkelana ialah Yusuf bin al-Husain al-Razi (w. 304 H). Dengan kuniyah Abu Ya'qub. Ia salah satu murid Imam Ahmad bin Hanbal yang dipuji-puji ulama hadits. Dalam biografinya di Siyar A'lam al-Nubala', 14/248, al-Dzahabi menulis:
يوسف بن الحسين الرازي، الإمام العارف، شيخ الصوفية
“Yusuf bin al-Husain al-Razi, dia imam yang 'arif (bijak bestari), dan GURU BESAR SUFI”
Disusul dengan pengakuan al-Dzahabi bahwa Yusuf bin al-Husain menimba ilmu dari Dzun Nun al-Mishri dan Imam Ahmad. Al-Dzahabi bukan ulama pertama yang mengakui semua itu. Berikut urutan pertama di deretan Hanabilah yang bernama يوسف (Yusuf) di Thabaqat al-Hanabilah karya Ibnu Abi Ya'la, 1/481:
يوسف بن الحسين بن علي أبو يعقوب الرازي من مشايخ الصوفية... صحب ذا النون... وسمع إمامنا أحمد
“Yusuf bin al-Husain bin 'Ali, Abu Ya'qub al-Razi, termasuk 'alim pembesar sufi. Ia sahabat Dzun Nun... dan mendengar ilmu dari imam kami, Ahmad˝
Ibnu al-Jauzi al-Hanbali berkata:
سمع يوسف بن الحسين من أحمد بن حنبل وذي النون وغيرهما
“Yusuf bin al-Husain mendengar (ilmu dan hikmah) dari Ahmad bin Hanbal, Dzun Nun, dan selain mereka˝ (Shifat al-Shafwah, 2/301)
Menariknya, tak satu pun ternukil Imam Ahmad melarang muridnya belajar pada Dzun Nun si sufi masyhur. Tak ada pula catatan ulama Hanabilah yang mentahdzir, mencela, apatah lagi memvonis sesat Yusuf bin al-Husain hanya karena ia sufi. Bahkan Ibnu al-Jauzi yang dikenal cukup pedas mengkritik SEBAGIAN keyakinan dan perbuatan sufi di kitab Talbis Iblis pun tak mentahdzirnya sama sekali. Malah sebaliknya. Di Talbis Iblis halaman 105, Ibnu al-Jauzi mengambil faedah dari Yusuf bin al-Husain yang bertanya tentang ghibah pada al-Harits al-Muhasibi yang juga sufi. Di Dzam al-Hawa halaman 29, Ibnu al-Jauzi mengutip perkataanya: 'ainul hawa 'auraa' (mata hawa nafsu itu juling). Di Dzam al-Hawa bertebaran kata-kata sufi. Ini bukti kuat bahwa Ibnu al-Jauzi tak menghantam rata para sufi, dan tak pula memandang sebelah mata prinsip “ambil baiknya, buang buruknya”.
Hanabilah generasi setelahnya juga tak mau kalah menyerap hikmah darinya. Jami' al-'Ulum wa al-Hikam karya Ibnu Rajab, hal. 84 dan Madarij al-Salikin karya Ibnu Qayyim, juz 2, hal. 92, yang dirujuk Salafi dalam tazkiyah al-nafs, memuat ini:
وقال يوسف بن الحسين: أعز شيء في الدنيا الإخلاص، وكم أجتهدُ في إسقاط الرياء عن قلبي، فكأنه ينبت على لون آخر
Yusuf bin al-Husain berkata: “Yang paling berat di dunia ini adalah ikhlas, berapa banyak aku bersungguh-sungguh dalam menghilangkan riya’ dari hatiku, namun seakan-akan ia tumbuh lagi di hatiku dengan warna yang lain”
Bisa jadi melalui ilmu-ilmu tasawuf yang diamalkan Yusuf al-Razi yang menarik hati al-Hafizh Abu Bakar al-Najjad (w. 348 H), seorang muhaddits, faqih Hanbali dan mufti Iraq di masanya, untuk belajar langsung kepada guru besar sufi ini. Abu Bakar al-Najjad yang kemudian menjadi guru al-Daraquthni, al-Hakim, Ibnu Syahin, dan ulama lainnya (Tarikh Baghdad, 5/309, Siyar A'lam al-Nubala', 15/502). Statusnya shaduq kata al-Dzahabi dan riwayatnya dishahihkan oleh al-Hakim. Barangkali karena Abu Bakar al-Najjad mewarisi ilmu-ilmu tasawuf ala Yusuf al-Razi hingga ia disebut pula 'arif oleh al-Khatib al-Baghdadi dan wara' oleh Ibnu Abi Ya'la. Jadi, gurunya guru para ahli hadits itu sufi besar.
Sikap para ulama Hanabilah tersebut jauh berbeda dengan SEBAGIAN saudara-saudara kita di zaman ini yang seenaknya mentahdzir dan memvonis sesat sufi. Perkataan mereka tentang sesat dan menyesatkannya sufi terkesan menggeneralisasi. Ada pula jama'ah sosial media kalau melihat video-video amaliah yang mereka anggap “aneh”, langsung mencap itu sufi dan dilabeli sesat. Termasuk segelintir fanpage FB yang mengklaim diri sesuai al-Qur'an dan hadits, sesuai pemahaman Salaf, tapi postingannya turut serta menyebar kesalahpahaman dan kebencian terhadap kelompok lain. Lebih parah lagi bila alergi terhadap orang-orang alim hanya karena orang-orang itu mahsyur kesufiannya. Semua itu sebab kurang berguru, sempit wawasan, dan tak klarifikasi. Cukuplah kuat bertaburnya fakta di Tarikh Baghdad, Thabaqat al-Hanabilah, Dzil Thabaqat al-Hanabilah, Shifat al-Shafwah, Dzam al-Hawa, al-'Ibar fi Ghabar Man Ghabar, Siyar A'lam al-Nubala', dan al-Manhaj al-Ahmad, bahwa para ulama sangat menghormati dan mengapresiasi para sufi. Khususnya ulama Hanabilah yang menjalin tali intelektual dan kekerabatan dengan para sufi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah ruh dari blog ini, akan sangat kami hargai jika anda berkenan mencantumkan nama dan alamat email Terima kasih