Acara mitung ndino atau acara
tujuh hari dari kematian, biasanya di adakan acara yasinan atau tahlilan
setiap malam dari hari pertama kematian seseorang sampai selama tujuh
hari berturut-turut. Menurut cerita, di Indonesia dulu sebelum masuknya
agama Islam banyak sekali orang-orang yang mempercayai bahwa pada hari
pertama sampai ke tujuh, roh-roh orang yang mati akan mengganggu orang
kampung, maka untuk mengusir roh-roh yang mengganggu tersebut, mereka
berkumpul dirumah si mati pada hari-hari tersebut, membuat sesajen dan
membacakan mantera-mantera. Setelah Islam datang, tradisi tersebut oleh
para Wali Songo digunakan sebagai alat dakwah. Tradisi tersebut tetap
dibiarkan ada dan tidak sertamerta ditolak, tetapi sesajen diganti
dengan sedekah makanan, sedangkan bacaan mantera-manteranya diganti
dengan bacaan Yasin dan Tahlil. Kemudian oleh tokoh-tokoh Nahdlotul
Ulama tradisi yang sudah berlangsung lama ini direspon dengan baik
sebagai napak tilas pendahulunya yaitu Wali Songo. Pertanyaannya
sekarang, Apakah yang dilakukan oleh Wali Songo yang kemudian di
teruskan oleh warga NU tersebut ngawur tanpa dasar syar’i?
Menurut Imam Suyuthi didalam kitab
al-Hawi lil Fatawi, tradisi memberi sedekah makanan selama tujuh hari
dari kematian ini merupakan kebiasan atau tradisi yang tetap berlaku
hingga sekarang ini (sekitar abad ke-9 Hijriyah) di Makkah dan Madinah.
Yang jelas tradisi itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi
saw. Tradisi ini di ambil dari ulam salaf sejak generasi pertama (masa
sahabat Nabi saw). Imam Ahmad bin Hambal juga berkata dalam kitab
az-Zuhd, sebagaimana dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil
Fatawi, Juz 2, Hal 178,
حدثنا هاشم إبن القاسم قال, حدثنا الأشجعى عن سفيان قال, قال طاوس إن الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا, فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام.
Hasyim bin Qosim bercerita kepada
kami, Ia berkata, Al-Asyja’i dari Sufyan bercerita kepada kami, Ia
berkata, Thowus berkata “Orang yang meninggal dunia di uji selama tujuh
hari didalam kubur. Maka para salafus sholih mensunahkan bersedekan
makanan untuk mereka yang meninggal dunia selama tujuh hari itu.
Melihat, menyimak dan mencermati
perkataan Imam Suyuthi dan Imam Ahmad bin Hambal di atas rasanya tradisi
mitung ndino ini, sama sekali terbebas dari hal-hal yang dikhawatirkan
kaum Wahabi, yakni bahwa acara semacam ini bisa membuat orang menjadi
terprosok dalam prilaku bid’ah yang akhirnya jatuh dalam kubangan
syirik. Bahkan yang ada adalah sebuah subkultur Islam yang sangat
menarik, dinamis dan berguna sebagai perekat sosial atau ukhuwwah dan
ittihad bagi masyarakat.
apik kang.... ndi maneh artikel islame???
BalasHapus